Ilustrasi. Nasib Rupiah terhadap Dollar AS usai muncul kebijakan kontroversial Donald Trump. (Dok. Ist) |
PAKARINFO.CO.ID - Kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menghadapi tekanan besar tahun ini, dengan kurs sudah berada di level Rp16.200 per dolar AS.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar, terutama bagi perusahaan yang memiliki utang dalam mata uang asing.
Para ahli keuangan menyarankan langkah hedging atau lindung nilai untuk mengurangi risiko dari fluktuasi nilai tukar.
Ancaman terhadap Rupiah
Direktur Utama Dana Pensiun BI Iuran Pasti (DAPENBI IP), Nanang Hendarsah, menyoroti risiko besar yang dihadapi rupiah.
Ia menjelaskan bahwa tekanan terhadap mata uang ini semakin meningkat akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang kembali menjabat.
"Ini yang baru harus kita hati-hati ya. Karena kalau dulu, 2018, pada saat Trump menggencarkan perang dagang dengan China, itu kita mulai dari Rp14.000 ke Rp15.000. Masalahnya sekarang kita mulai di Rp16.000, Rp16.100, hari ini Rp16.200. Jadi memang harus ada upaya yang lebih keras lagi. Hampir semua negara mungkin mata uangnya akan melemah,” kata Nanang dikutip dari program Money Talk CNBC Indonesia, Jumat (3/1/2025).
Hedging, langkah strategis menghadapi ketidakpastian
Nanang menekankan pentingnya mitigasi risiko nilai tukar, terutama bagi perusahaan yang memiliki kewajiban dalam dolar AS.
Ia menyarankan penggunaan strategi hedging untuk melindungi diri dari potensi kerugian besar jika dolar AS terus menguat.
“Yang harus disikapi adalah siap-siap dengan melakukan risk mitigasi. Mitigasi risiko, melalui hedging. Kan membeli hedging itu seperti membeli asuransi. Kalau kita punya mobil, tidak punya asuransi, ongkos yang kita keluarkan kan besar kalau mobil itu hancur,” jelasnya.
Bagi korporasi yang memiliki utang luar negeri atau menerbitkan obligasi global, langkah ini dinilai sangat penting.
“Itu menurut saya sangat bijak kalau mereka mulai melakukan hedging untuk mengantisipasi ketidakpastian selama setahun ke depan, setidaknya,” tambah Nanang.
Kebijakan Trump dan dampaknya terhadap ekonomi global
Nanang juga menggarisbawahi bahwa terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS berpotensi memperburuk ketidakstabilan pasar global.
Kebijakan kontroversial Trump selama masa jabatan sebelumnya (2017–2021) telah membawa dampak negatif terhadap ekonomi global, dan risiko tersebut dapat terus berlanjut.
"Jangan lupa, Trump itu berkuasa lima tahun. Masih panjang. Jadi hedging itu menurut saya sebuah langkah yang bijak untuk memastikan risiko dari kurs itu termanaged. Daripada kita lost, unhedged, karena kalau kita tidak tahu level kursnya, mungkin itu akan menimbulkan justru loss yang besar,” terangnya.
Pilihan instrumen Hedging
Nanang menyarankan perusahaan untuk memilih instrumen dengan risiko rendah, seperti Surat Berharga Negara (SBN), sebagai salah satu cara hedging.
“Artinya kecil kemungkinan untuk default-nya SBN. SBN ini enggak mungkin kan negara akan bangkrut, gagal bayar. Jadi pilihan utama masih ke SBN,” jelas dia.